Sabtu, 02 Oktober 2010

Ahhhh ..... Kenapa Cepat Keluar?

Bila esensi  sebuah puisi adalah kata, esensi lukisan adalah warna, maka sentuhan dan rabaan adalah esensi hubungan seksual. Begitu pendapat ahli terapi seks terkemuka dari Amerika Serikat, William Master MD dan Virginia Johnson, yang mempopulerkan teknik sensasi seks dalam penyembuhan impotensi.

Prinsip dasar teknik sensasi adalah melakukan percumbuan dengan memanfaatkan sentuhan dan rabaan tanpa bersenggama. Gagasan pokok  dari teknik ini adalah merasakan sensasi seksual secara lebih luas ketimbang sekadar mencapai orgasme.

Menurut Robert Birch, penulis buku Male Sexual Endurance,  selain efektif untuk membangkitkan gairah seksual, teknik ini juga efektif untuk memperlama terjadinya ejakulasi. Dengan penekanan pada sensasi, kata Birch, maka Anda akan terlatih untuk tidak terburu-buru mencapai klimaks.

Barbara Keesling Ph.D, penulis buku How to Make Love All Night (and Drive a Woman Wild) juga menganjurkan penggunaan teknik itu untuk memperoleh kenikmatan seks yang memuaskan. Dengan menghindari persenggamaan untuk sementar waktu, katanya, akan membuat kegelisahan pria saat di tempat tidur berkurang.

Dengan demikian, seperti sering diungkapkan oleh para ahli terapi seks umumnya, perasaan santai yang muncul saat di tempat tidur itu akan lebih memungkinkan diperolehnya kenikmatan seksual yang lebih baik.

Untuk kepentingan itu, Dr. Keesling menganjurkan agar para pasangan mempraktekkan percumbuan dengan saling menyentuh dan meraba sekujur badan pasangannya mulai dari wajah, leher, punggung, dada, dan kemudian baru ke organ intim. Sekali lagi hindari keinginan untuk bersenggama supaya Anda terlatih untuk tidak buru-buru mengakhiri percumbuan Anda.
@

Mengapa Selingkuh?

Hasil suatu pengkajian yang pernah dilaporkan di jurnal Science, edisi September 1998, menyebutkan bahwa selingkuh (infidelity) itu alami (natural).

Hasil itu memperlihatkan bahwa sembilan di antara sepuluh mamal (binatang menyusui) dan burung yang berpasangan untuk hidup ternyata tidak jujur terhadap pasangan mereka.

Para ahli mendapati, binatang yang berkeliaran untuk saling kawin hanyalah mengikuti kebutuhan biologis mereka. Penelitian yang, antara lain, menggunakan teknik uji coba genetik (genetic testing) itu memperlihatkan bahwa bahkan pasangan binatang yang dikenal saling setia dengan pasangannya, juga berupaya mendapatkan pasangan seksual dengan yang lain.

Menurut Dr Stephen T Emlen, seorang ahli perilaku evolusioner dari Cornell University, Amerika Serikat, betina berkeliaran untuk mendapatkan gen sebaik mungkin bagi keturunannya, sedangkan jantan terdorong hasrat untuk menjantani sesering dan sebanyak mungkin. “Monogami yang sebenarnya sungguh jarang,” katanya.

Dr Emlen berpendapat, ada dua macam monogami, yaitu sosial dan genetik. Pada jenis yang pertama, pasangan mengikat diri dan bekerja bersama untuk membesarkan anak, sedangkan pada monogami genetik para induk adalah pasangan seks yang saling setia. Bila monogami sosial relatif sudah umum, monogami genetik adalah suatu kekecualian dan bukanlah peraturan.

Dikatakan, hanya ada dua jenis monyet, marmoset dan tamarin, yang benar-benar penganut monogami. Semua jenis primata yang lain sering kawin dengan yang bukan pasangannya. “Salah satu polanya adalah betina mencari status dan kualitas tinggi,” tutur Dr Emlen.

“Dengan cara itu betina mampu melahirkan keturunan dengan kualitas lebih tinggi yang memiliki kemampuan untuk hidup dan bertahan.” Si jantan secara biologis digerakkan untuk keluyuran dengan hasrat untuk menyebarkan gen ke dalam kawanan mereka sebanyak mungkin.

Contoh lain diperoleh dari burung. Kesetiaan dalam berpasangan seks sudah lama diyakini terdapat dalam kawanan burung. Bluebird, sejenis burung yang pandai menyanyi, merupakan salah satu contoh terbaik. Pasangan jantan dan betina bekerja bersama untuk membuat sarang, mengerami telur, kemudian memberi makan dan membesarkan keturunan mereka yang masih muda.

Meski begitu, periset mendapati perselingkuhan yang juga tinggi dalam kehidupan seks burung bluebird. Patricia Adair Gowarty, seorang ahli perilaku lingkungan hidup dari University of Georgia, mendapati bahwa 15 persen hingga 20 persen bayi burung yang diasuh oleh pasangan bluebird bukanlah keturunan biologis si jantan. Menurut Gowarty, hanya 10 persen dari 180 spesies itu yang secara sosial bermonogami, benar-benar setia secara seksual.

Tentu saja manusia jauh berbeda dengan binatang. Alasan manusia untuk mendapatkan seks di luar pasangan juga jauh lebih rumit dan kompleks. Satu hal yang secara umum diyakini periset, monogami tercipta di antara spesies yang keturunannya sanggup bertahan dengan baik karena dibesarkan oleh pasangan yang utuh. Secara evolusi, mungkin ini yang mendorong manusia untuk bermonogami karena anak-anaknya perlu waktu lama untuk menjadi dewasa.

Mengapa "Si Adik" Terus Berdiri?


  Kemampuan ereksi merupakan modal lelaki dalam mengarungi kehidupan seksual bersama pasangan. Namun, ereksi terus-menerus, bahkan tanpa adanya rangsangan seksual, juga bisa mendatangkan masalah. "Si adik" yang berdiri terus ini dalam istilah medis disebut priapism.

Priapism merupakan ereksi yang berlangsung terus-menerus dan sering kali disertai rasa sakit. Kondisi ini timbul ketika darah di penis terperangkap dan tidak bisa disalurkan. Bila kondisi ini tidak segera ditangani, maka hal itu bisa menyebabkan jaringan parut (scar) dan impotensi yang permanen. Priapism bisa menimpa pria berbagai usia, termasuk bayi.

Gejala priapism antara lain ereksi yang menetap selama 4-6 jam, timbul nyeri, dan batang kelamin keras meski ujungnya lunak. Priapism juga bisa terjadi meski tidak ada dorongan seksual.

Priapism dibagi ke dalam dua kategori, yakni priapism aliran rendah, yang terjadi karena darah terjebak dalam bilik ereksi. Ini biasanya terjadi karena pria yang menderita anemia sel sabit, leukemia, atau malaria. Tipe yang kedua adalah priapism aliran tinggi, yang terjadi karena pecahnya arteri akibat luka atau cedera di penis atau perineum (area antara anus dan skrotum) sehingga darah di penis tidak bisa mengalir lancar.

Penyebab "priapism" antara lain:
- Anemia sel sabit
Mayoritas kasus priapism disebabkan oleh kondisi ini. Anemia sel sabit merupakan penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah berbentuk sabit, kaku, dan anemia hemolitik kronik. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, dan penyumbatan aliran darah. Penyakit ini umumnya menyerang orang kulit hitam.

- Obat-obatan
Beberapa jenis obat atau kesalahan penggunaan obat juga bisa menyebabkan priapism, misalnya obat depresi atau obat untuk terapi penyakit kejiwaan. Obat untuk mengobati impotensi atau suntikan langsung di alat vital diduga juga bisa menyebabkan priapism.

- Penyebab lain
Priapism juga bisa disebabkan oleh cedera di bagian area genital, gigitan laba-laba black widow, keracunan karbon monoksida, dan penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain atau mariyuana.

Pengobatan
Tujuan dari pengobatan priapism adalah menyudahi ereksi dan menjaga agar fungsi alat vital tetap terjaga. Terapi yang dilakukan dokter antara lain:

- Mengompres penis dan perineum dengan kompres es untuk mengurangi pembengkakan.

- Operasi. Tindakan ini diambil bila bagian arteri di alat vital pecah.

- Injeksi intracavernous yang bertujuan untuk menyempitkan pembuluh darah sehingga darah yang masuk ke alat vital berkurang, sedangkan darah yang keluar bertambah.

- Penyedotan darah di bagian penis setelah dokter melakukan anestesi. Hal ini ditujukan untuk mengurangi pembengkakan.

- Obat. Studi terkini yang dilakukan pada tikus percobaan menunjukkan bahwa penggantian enzim mampu mengatasi priapism. Namun, hal itu masih harus dibuktikan pada manusia.

(Sumber : WebMD)

Bercintalah Pada Kondisi Puncak Hormon Seks


Dorongan seksual pada pria dan wanita dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah hormon. Hormon-hormon seks ini hanya dikeluarkan pada waktu-waktu tertentu.

Hormon testosteron yang menggugah gairah pria umumnya keluar seusai fase istirahat panjang. Sebaliknya, hormon estrogen perempuan dihasilkan seiring dengan meningkatnya aktivitas. Menurut dr Ferryal Loetan, ASC &T, Sp RM, MKes-MMR, dari klinik WIN, Kelapa Gading, beginilah jam biologis bercinta pria dan wanita.

Pagi hari pukul 05.00-08.00
Kadar hormon testosteron pria sedang tinggi-tingginya karena sudah cukup istirahat. Semangat untuk "bertempur" pun begitu membara. Itulah mengapa, kondisi terbaik bagi pria untuk bersenggama adalah pagi hari. Kalaupun istri belum on, itu bukan masalah besar. Dengan foreplay yang tiada taranya, istri pasti siap berintim-intim.

Di atas pukul 08.00-12.00
Hormon testosteron menurun seiring aktivitas pekerjaan pria yang makin tinggi di siang hari. Sebaliknya, gairah perempuan justru sedang dalam masa puncak. Hormon endorfin (hormon kesenangan) sedang tinggi-tingginya karena pada jam-jam inilah perempuan mulai beraktivitas.

Kalau tak memungkinkan untuk mengajaknya bercinta setelah beraktivitas di siang atau sore hari, kirimkan saja pesan-pesan romantis yang isinya menyiratkan ajakan bercinta. Hatinya tentu akan berbunga-bunga.

Siang hingga menjelang sore
Setelah break beraktivitas dan mendapat pasokan energi dari menu makan siangnya, mood pria bangkit kembali. Berbarengan dengan itu, cadangan energi perempuan juga masih besar. Sex after lunch akan jadi selingan yang seru bagi suami-istri.

Pukul 14.00-17.00
Bekerja kembali setelah makan siang umumnya membuat pria letih dan melupakan keinginannya untuk bercinta. Sebaliknya, pada rentang waktu ini, perempuan justru sedang mengalami titik tertinggi produksi estrogen. Kerja oke, bercinta pun ayo!

Malam hari
Saat anak-anak sudah tidur lelap, inilah waktu yang paling memungkinkan untuk bercinta. Setelah bersantai beberapa jam, kadar testosteron pria kembali meninggi. Memang, produksi hormon estrogen cenderung menurun saat beristirahat, tapi di malam hari, umumnya istri lebih romantis. Jadi, suami diharapkan lebih aktif melancarkan sinyal ajakan bercinta.